Kisah Pertualangan Asep 4
Penutup
Sabtu Siang.
Asep kesulitan mencari tempat parkir di jalan desa itu. Dia akhirnya memutuskan masuk ke halaman sebuah rumah dan minta ijin parkir sekaligus menanyakan alamat yang dikirim Ugi melalui SMS.
Setelah melewati gang yang berliku, akhirnya Asep berhasil menemukan rumah itu. Motor bebek warna hitam yang terparkir didepan rumah itu, menyakinkannya bahwa itu adalah rumah anak buah yang disayanginya, Ugi.
Pintu rumah itu dalam keadaan terbuka.
Asep berdiri diambang pintu dan melihat Ugi sedang berbaring dilantai beralas tikar berbantalkan paha seorang gadis yang imut.
Ïtu pasti pacarnya." kata Asep dalam hatinya.
Gadis itu menoleh ke arah Asep sambil tersenyum.
"Kang Ugi baru saja tidur. Dia kecapean."kata gadis itu. "Mohon tanya, bapak ini siapa ya?"
"Saya Asep."
Öh, bapak bosnya Kang Ugi ya? Maaf, Pak lagi keadaan darurat jadi... "
"Tidak apa-apa." kata Asep tersenyum lembut. Asep kemudian melihat gadis tersebut menciumi kening dan mata Ugi untuk membangunkannya.
"Kang, bangun sayang."katanya.
Sekali melihat saja, Asep yang berpengalaman itu, tahu persisbetapa besar cinta dan kasih sayang gadis itu kepada Ugi.
Perlahan Ugi membuka matanya.
"Ci, akang letih sekali. Biarkan akang tidur sejenak."kata Ugi. Gadis imut yang bernama Cici itu tersenyum dan membelai rambut Ugi. Dia mencium mata Ugi sekali lagi dan membisikkan sesuatu ditelinga anak buahnya itu.
Seketika Ugi terperanjat duduk.
"Bos, eh, maaf."
"Tenang, tenang... Ugi, tenang dulu. Kita tidak sedang bekerja disini."kata Asep dengan lembut.
Asep menatap tajam anak buahnya itu dengan tatapan menyelidik.
Hmm.., dia sedang terluka."" bisik Asep dalam hati.
"Saya kesini hanya sebentar."kata Asep. "Saya tidak datang untuk menengok dan memberimu semangat, kamu tidak memerlukannya lagi selagi gadis cantik itu ada disisimu. Saya datang kesini umtul memerintahkan kamu cuti selama diperlukan, seminggu boleh dua minggu boleh. Setelah perasaanmu nyaman dan tenang, baru kerja lagi seperti biasa. Bagaimana?
"Siap, bos."wajah Ugi gembira
"Saat ini mungkin kamu sedang sedih. Sedih dan gembira itu soal biasa. Pergilah kalian berdua ketempat yang menurut kalian indah. Bercintalah sepuasnya dan hamililah gadismu itu jika dia mau. Habiskan tabunganmu dan uang ini.."Asep mengeluarkan amplop dari saku bajunya. Setelah badai berlalu, semua badai pasti berlalu, datanglah ke Cimahi dan bekerjalah kembali seperti biasa." Asep berkata dengan kata-kata yang lembut namun tegas.
Ügi, ini perintah. Ingat." kata Asep dengan tersenyum "Nikahi dan hamili dia."
"Siap, bos!"
Cici terbengong-bengong melihat sikap bosnya Asep. Dia semakin bengong ketika membuka amplop itu: Uang 10 juta.
Dua minggu kemudian, Asep melihat Ugi masuk kerja dengan wajah cerah.
Ügi, sini." kata Asep
"Siap, bos."
"Bagaimana? Sudah kamu nikahi dia?"
"Sudah, bos."
"Masih perawan?"
"Masih, bos."
"Bagus. Sekarang kamu sudah tahu perbedaan antara perawan atau bukan. Tidak semua orang bisa seberuntung kamu."
"Siap, bos."
"Nah, sekarang pakai baju safarimu, kita akan pergi mengunjungi teman di Lapas Sukamiskin."
"Siap, bos."
"Gi, kalau saya tidak memintamu tunggu dimobil, berarti kamu ikuti saya kemana pun. Paham?"
"Siap, bos."
Ugi mengikuti bosnya melewati jeruji demi jeruji yang dibukakan oleh petugas Lapas. Sampai mereka tiba disebuah ruangan yang dijaga sangat ketat.
"Sep, terima kasih mau datang." katanya.
Ugi seperti merasa kenal dengan wajah napi itu.
Äpa kabar, Mar? Sehat?"
"Begini Sep, aku mau terus terang mau minta maaf kepadamu, aku bukan temanmu yang baik, aku telah mengkhianatimu beberapa kali... "
Napi itu tiba-tiba menangis.
Äku terancam hukuman mati."
Asep menatap orang itu denga tenang.
"Cukup sandiwaramu Komar. Cukup. Langsung saja ngomong, kau perlu bantuan apa?
"Sewakan aku pengacara yang handal, kalau aku selamat dari hukuman mati, njanti semuanya akan kuganti." katanya.
Äku bersumpah, Sep, aku akan menggantinya."
"Kau telah beberapa kali bersumpah dan tak ada satupun yang kau tepati."
"Kali ini, Sep, aku mohon. Tolonglah."
Äku telah cukup berkorban dan kau tak pernah berubah." kata Asep, suaranya terdengar geram.
"Kau tahu, 5 tahun yang lalu, aku telah melakukan kesalahan, membebaskanmu. Aku takkan mengulangi kesalahän yang sama."
"Sep, tolonglah. Kaulah satyu-satunya harapan terakhir."
"Tidak, mintalah yang lain."
"Sep, tolonglah.. "
"Permisi."
"Sep!!!!
Asep pergi dengan tergesa. Ugi mengikutinya sampai pintu luar, kemudian Ugi mendahului Asep menuju mobil.
Äyo, jalan, Gi."
"Siap, bos." kata Ugi. "Napi itu temannya bos?"
"Ya, dia adalah sahabat saya waktu pertama kali saya kerja diproyek."
"nama Komar ya bos?"
"Ya."
"Dia pengedar narkoba kelas kakap, kan?"
"Ya. Betul, Gi. Tahu darimana? Dari berita ya?"
"Bukan, bos. rumah pak Komar itu di Cileunyi, bos."
Asep tertawa.
"Darimana kamu tahu rumahnya di Cileunyi? Dia itu bandar kelas kakap, rumahnya mungkin lebih dari satu."
"Mungkin, bos. Sebetulnya, begini bos, sahabat saya, Umar, pernah mencuri tas pak Komar yang berisi pakaian di bagasi mobilnya. Sudah sejak lama saya berniat mengembalikan tas itu, tapi enggak pernah kesampaian."
"Kenapa bukan sahabatmu Umar saja yang mengembalikan?"
"Tidak bisa, bos. Soalnya dia sudah mati."
"Sekarang tasnya ada dirumahmu, Gi?"
Ïya bos. Disimpan dihalaman belakang."
"Hmm." kata Asep mendengus pelan. Örang seperti Komar, dia tidak perlu menyimpan pakaian didalam koper. Dia bisa membeli pakaian seperti membeli sate. Beli, makan, buang, selesai. Koper itu isinya bukan pakaian."
"Tidak, itu pasti koper uang."
"Mas bos?"
"Potong kuping saya, Gi, kalau dugaan saya salah." kata Asep.
"Nah, nanti sore kamu pulang ke Cileunyi, buktikan kebenaran kata-kata saya."kata Asep
"Siap, bos."
Sore itu juga Ugi pulang dengan rasa penasaran untuk membuktikan kata-kata bosnya. Namun ketika tiba didepan rumah, Cici sedang megelus-elus perutnya yang sudah berisi kandungan satu setengah bulan.
"Mules, Kang." katanya.
"Sakit sekali."
"Periksa ke dokter ya Ci?"
Ïya, Kang. Ayo cepat."
Ugi bergegas membawa Cici melaju menuju dokter kandungan yang terletak disekitar Jatinangor, dia melajukan motornya dengan tenang walau hatinya sedikit was-was atas kesehatan istrinya. Dia berharap Cici tidak mengalami apa-apa.
Malam membentangkan angin dari gunung Geulis. Lampu-lampu menyala menandai kemeriahan senja yang entah pergi kemana. Jalanan ramai lancar.
Setelah melewati STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri) Ugi melihat ada sinar lampu mobil dari jarak sekitar 100 meter didepannya.
"Mobil itu salah jalur." pikir Ugi. Dia mengendarai motornya memepet ke pinggir paling kiri untuk menghindari mobil itu. Tetapi mobil itu melaju dengan sangat cepat dan seakan-akan mengarah kearah dirinya.
Ugi dan Cici pun terpental.
Asep dan Iis tengah berbincang dikamar. Ada sedikit ketegangan diantara mereka. Telepon dari nomor tak dikenal berkali-kali memanggil.
Ängkatlah, siapa tahu dari Linda." kata Iis sinis.
Asep terdiam. Lalu dengan malas dia mengangkat telepon.
"Ya, halo?... Betul.... baik... ya.... baik.... saya berangkat sekarang juga." kata Asep. Sementara dia menerima telepon, Iis menatapnya dengan tatapan curiga.
"Saya akan pergi, Mah. Ke Jatinangor."
"Pergilah, pah. Disana banyak hotel murah... "
"Saya tak ingin berdebat." kata Asep.
"Ya, tentu saja. lain kali kalau kamu tidur dirumah ini jangan mengigau nama Linda, ya, Pah"
Asep menarik nafas panjang. Sekilas Iis melihat kelopak mata Asep tampak berkilau. Guru yang sudah promosi menjadi kepala sekolah itu sedikit terperangah dan menyesal.
"Saya mungkin tidak akan pulang... yang harus diurus cukup banyak." katanya.
"Linda memang merepotkan." kata Iis
"Saya tidak tahu soal itu, Mah. Sudahlah."
"Syukurlah jika dia kan mengucapkan selamat tinggal malam ini. Tapi tentu dia akan memintamu bercinta semalaman."
Asep menatap mata istrinya. Dua tetas air mata jatuh dipipi Asep
"Mereka tak sempat mengucapkan selamat tinggal." katanya dengan suara gemetar.
Mereka dikuburkan sejajar dengan lima kuburan lain yang terlihat masih sangat baru.
Usai penyelesaian kuburan, Asep mendatangi rumah Ugi dan menemukan 2 koper merah itu berada dibawah tumpukan kayu bakar. Isinya bukan baju seperti yang diduga tapi uang.
Selama seminggu, Asep tidak pernah keluar dari kantornya. Dia dengan tenang memilah-milah dan mensortir uang yang terdapat didalam koper itu, yang isisnya terdiri dari 5 mata uang yang berbeda. Jumlah totalnya sekitar 50 milyar lebih.
Filing kabinetnya perlahan mulai disesaki oleh uang itu.
Setelah seminggu berlalu, Asep keluar dari kantornya dengan wajah pucat.
"Pak Amat, panggil Jajang dan Maman kesini. Bawa semua baju bekas saya dan peti kemasan serta 2 koper merah itu, siram dengan bensin dan bakar disitu dekat pohon nangka."
"Baik, Pak."
Ketika mereka sedang membakar semua barang itu, Iis mendekati Asep dan mengatakan ada tamu.
"Namanya Melinda, Pah."
"Suruh pulang saja." kata Asep tak Acuh.
Örangnya sangat cantik, pah. Wajar kalau papah kesengsem."kata Iis
Iis mengikuti Asep saat melangkah ke ruang tamu
"Sep, malam ini meeting ya? Kenapa kamu tidak pernah mengangkat teleponku?" Melinda berkata dengan nada kuat dan berwibawa, tanpa memperdulikan ada Iis disitu.
"Tidak. Aku akan beristirahat lagi satu minggu. Kasih saja proyeknya ke yang lain."
"Yang lain tak ada yang sebaik kamu."
"Sudahlah. Aku mau tidur. Aku capek." kata Asep. "Sori ya Lin, aku benar-benar capek."
Asep dengan sikap kurang sopan meninggalkan Melinda, masuk ke kamar diikuti Iis. Tidak lama Asep pun terlelap. Iis terdiam melihat wajah suaminya yang sedang mengigau.
Ügi! Ugi!"
Iis kemudian tertawa sendirian dikamar itu.
Komentar
Posting Komentar